Setiap umat muslim akan mempunyai perasaan bahagian dan bangga jikalau sudah bertemu dangan hari raya idul fitri, kegembiraan mereka bukan saja karena bisa menggunakan baju gres atau berkumpul dengan keluarga, namun mereka sangat senang karena lulus melewati bulan istimewa yaitu ramadhan. Menahan rasa lapar dan haus kemudian berzakat fitrah dengan membaca niat doa zakat fitrah serta menahan hawa nafsu selama sebulan penuh.
Dalam hari raya idul fitri ini terdapat amalan sunnah yang sangat di anjurkan untuk di kerjakan oleh umat islam yaitu berupa sholat sunnah yang di sebut dengan sholat ied idul fitri. Sholat ini sama dengan pelaksanaan pada hari raya idul adha, tetapi berbeda dengan sholat pada umumnya yaitu terdapatnya khutbah pada simpulan sholat, serta khutbah ini menjadi rukun pada kedua sholat hari raya baik idul fitri atau idul adha.
Yang akan menjadi pembahasan utama pada kesempatan kali ini yaitu mengenai khutbah idul fitri, karena rasanya sangat penting untuk di bahas. Meskipun pada kenyataannya para ustadz sudah sangat jago ihwal ini, tetapi tidak sedikit juga di luar sana masih ada yang mencari dan membutuhkan teladan bahan kumpulan khutbah idul fitri yang mempunyai pembahasan terbaik yang bisa menciptakan orang menangis, meski pada kenyataannya hal ini bukan tujuan pokok dalam khutbah.
Namun setidaknya apabila dalam khutbah mempunyai panduan pembahasan, dan bahasa-bahasa yang menarik serta gampang di mengerti oleh para jamaah,. Biasanya khutbah ibarat ini bisa lebih gampang di teripa oleh setiap orang yang mendengarnya serta jamaah pun akan lebih khusu mendengarnya. Nah untuk salah satu dari teladan khutbah idul fitri bisa kalian simak pribadi di bawah ini.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُللهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً.
الحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلىَ
الَّذِى جَعَلَ مُحَمَّدً اِمَامًا لَّنَا وَلِسَائِرِ البَشَر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ
الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
المَبْعُوْثُ لِلنَّاسِ لِيَنْفِذَهُمْ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ وَيُنَجِّيهِمْ مِنْ عَذَابِ
النَّارِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ الأَطْهَارِ
وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة.
أَمَّا بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِى القُرْآنِ الكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ القَائِلِيْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: {يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ}
الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Puji Syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, karena Pada hari yang mulia ini, kita masih diberikan nikmat kesehatan dan keimanan oleh Allah. Nikmat yang besar dan banyak yang kita rasakan ini merupakan bukti bahwa Allah tiada pernah melupakan kita sebagai makhluk ciptaanNya. Udara yang kita hirup, darah yang mengalir di dalam badan kita, bahkan Jantung yang selalu berdenyut yang kita sendiri tak bisa menghitung berapa banyak jumlah denyut jantung tersebut, Semuanya itu tidak luput dari perhatian dan kasih sayang Allah SWT.
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan komplemen sebanyak itu (pula)”
Sedangkan kiprah kita sebagai makhlukNya ialah dengan tidak lupa mengucapkan rasa syukur dan berubudiyah kepada Allah sebagai tanda bahwa kita yaitu makhluk yang lemah dan sangat menyadari betapa butuhnya kita akan perhatian dan kasih sayang Allah. Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan “Sesungguhnya jikalau kau bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jikalau kau mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Sholawat beserta Salam tidak bosan-bosannya kita bermohon kepada Allah biar disampaikan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan Sahabat-sahabat beliau. Karena berkat usaha yang gigih dan penuh sabar yang telah dia lakukan, telah berhasil membawa umat insan dari zaman Jahiliyah kepada zaman Ilmiyah, dari zaman yang
biadab ke zaman yang beradab Akhrajannasa mina Zulumati Ila Nur.
الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Hari ini kalimat takbir dari lisan umat Islam bergema di mana-mana. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan syukur yang bercampur gembira, karena mereka telah ber-idul fitri atau kembali kepada kesucian (fitrah).
Kalimat di atas terdiri dari dua kata, yaitu kata id yang berarti kembali atau hari raya, dan kata fitr yang berarti kesucian. Dengan demikian, Idul Fitri sanggup diartikan dengan hari perayaan umat Islam atas keberhasilannya kembali pada kesucian diri layaknya ibarat bayi yang gres dilahirkan.
Orang yang berhasil melaksanakan puasa sebulan penuh dengan penuh keimanan dan keikhlasan pada Allah Swt. dianggap sebagai orang yang kembali suci. Untuk memperlihatkan rasa syukur kepada Allah Swt., umat Islam dianjurkan untuk menutup ibadah Ramadhan dengan melaksanakan shalat sunat dua rakaat yang disebut dengan shalat hari raya Idul Fitri.
Adapun landasan aturan pelaksanaan shalat Idul Fitri tersebut yaitu sebuah riwayat dari Anas ibn Malik yang menyampaikan bahwa dikala Rasulullah Saw. pertama kali hijrah ke Madinah, penduduk Madinah mempunyai dua hari khusus yang merupakan hari raya bagi mereka. Lalu Rasulullah Saw. bertanya: “Kedua hari ini hari apa?” Penduduk Madinah menjawab: “Pada dua hari ini kami mengadakan perayaan, bergembira dan bermain-main semenjak zaman Jahiliyah”. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. telah mengganti kedua harimu ini dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal).
Dalam riwayat ibnu Abbas disebutkan bahwa ia bersama-sama Rasulullah Saw., Abu Bakr dan Umar ibn al-Khattab memulai shalat Idul Fitri. Shalat ini diadakan sebelum khutbah, tanpa azan dan iqamah (H.R. Bukhari dan Muslim).
Namun di sisi lain perasaan haru dan duka juga dialami oleh umat Islam, karena bulan Ramadhan yang amat mulia telah berlalu. Kemuliaan Ramadhan sanggup dilihat dari banyaknya julukan lain dari bulan ke-9 tersebut selain julukan Ramadhan. Bulan ini dijuluki juga dengan Syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an), Syahr al-Shiyam (bulan puasa), Syahr an-Najah (bulan keselamatan), Syahr al-Juud (bulan kemurahan), Syahr al-Tilawah (bulan membaca), Syahr al-Shabr (bulan kesabaran), Syahr al-Rahmah (bulan curahan kasih sayang dari Allah).
Ramadhan menjadi bulan yang mulia, karena banyaknya kitab suci dan shuhuf diturunkan pada bulan tersebut. Shuhuf Ibrahim, diturunkan Allah SWT. pada malam pertama Ramadhan; Kitab Taurat, diturunkan Allah SWT. pada malam keenam Ramadhan; Kitab Zabur, diturunkan Allah SWT. pada malam ke-12 Ramadhan, Kitab Injil, diturunkan Allah SWT. pada malam ke- 18 Ramadhan, dan Kitab al-Qur’an, diturunkan Allah SWT. pada malam ke- 17 Ramadhan.
Ramadhan semakin terbukti kemuliaannya bila dilihat peristiwa- insiden penting yang mengukir lembaran sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan. Peristiwa-peristiwa itu antara lain: 1). Kemenangan Rasul dan pasukannya dalam perang Badr, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H; 2). Persiapan perang Uhud dilakukan pada bulan Ramadhan tahun ke-3 H; 3). Persiapan perang Khandak dilakukan pada bulan Ramadhan tahun ke-5 H; 4). Pembebasan kota Mekah terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H; 5). Kemenangan umat Islam dalam perang Tabuk terjadi pada bulan Ramadhan
tahun ke-9 H; 6).
Pengiriman pasukan khusu yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib ke Yaman terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-9 H. Setahun kemudian penduduk Yaman berbondong-bondong masuk Islam; 7). Penaklukan Afrika oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Uthbah ibn Nafi’, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-53 H; 8). Islam menjajakkan kaki ke Eropa di bawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke- 91 H; dan 9). Indonesia merdeka terjadi juga pada bulan Ramadhan.
Kemuliaan Ramadhan semakin jelas, bila ilihat dari khutbah Nabi SAW.: “Wahai manusia! Sesungguhnya kau dianugerahi bulan yang besar lagi penuh berkah, yaitu bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul Qadr); bulan yang diwajibkan di dalamnya berpuasa; shalat malam di malam harinya dipandang sebagai ibadah sunat.
Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan satu perbuatan sunat di dalamnya, pahalanya sama dengan melaksanakan satu perbuatan fardhu di bulan lain. Siapa saja yang menunaikan satu perbuatan fardhu di dalamnya, pahalanya sama dengan orang yang mengerjakan 70 fardhu di bulan lain. Ramadhan yaitu bulan sabar, dan pahala untuk sabar yaitu surga.
Ramadhan yaitu bulan untuk menawarkan pertolongan dan bulan dikala Allah menambah rezki bagi mereka yang beriman. Siapa saja yang menawarkan masakan kepada orang yang berbuka, maka dosa-dosanya akan diampuni dan dia menerima pahala ibarat orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun”. Para sobat bertanya: “Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai masakan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa?” Rasulullah bersabda: “Allah menawarkan pahala kepada orang yang menawarkan sebutir kurma, seteguk air atau sedikit susu di bulan yang awalnya penuh rahmat, pertengahannya penuh keampunan, dan kesudahannya terbebas dari api neraka. Siapa saja yang meringankan beban seorang hamba, pasti Allah akan mengampuni dosanya dan dimerdekakannya dari api neraka.
Karena itu, perbanyaklah yang empat di bulan Ramadhan; dua kasus untuk menyenangkan Allah dan dua lagi kau yang membutuhkannya. Dua kasus yang kau lakukan untuk menyenangkan Allah ialah mengakui dengan bantu-membantu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Dua kasus lagi yang sangat kau butuhkan yaitu memohon nirwana dan berlindung dari api neraka. Siapa saja yang memberi minum kepada orang yang berpuasa, pasti Allah akan memberinya minum yang jikalau diminum seteguk saja maka ia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya”.
Dari khutbah Rasul di atas tergambar terperinci oleh kita betapa mulianya bulan Ramadhan, yang tidak akan pernah dijumpai pada bulan-bulan lain. Sehingga masuk akal bila Nabi SAW selalu duka dan menangis dikala akan berakhirnya bulan Ramadhan. Atas dasar ini pulalah, masuk akal bila Nabi SAW menyampaikan bahwa andaikan umatku tahu betapa besarnya keutamaan Ramadhan, pastilah mereka meminta supaya semua bulan dalam satu tahun itu dijadikan Ramadhan.
الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Bulan Ramadhan yaitu bulan bersedekah dan beribadah. Semua umat Islam berlomba-lomba untuk beramal. Namun bukan berarti, dengan berakhirnya Ramadhan berakhir pula kita beramal. Seharusnya kita sanggup mempertahankan ibadah-ibadah yang telah kita lakukan selama satu bulan tersebut. Ibadah-ibadah yang harus kita pertahankan dan lestarikan tersebut
adalah:
Pertama, Puasa. Bila pada bulan Ramadhan, puasa yaitu suatu kewajiban yang harus dilakukan selama satu bulan penuh, maka di luar Ramadhan disunatkan kepada kita melaksanakan puasa pada hari-hari tertent, ibarat puasa enam hari di bulan syawal, puasa senin dan kamis, puasa pertengahan bulan (13, 14, dan 15), dll.
Puasa merupakan ibdah yang mempunyai banyak manfaat. Selain untuk kesehatan, dia juga sanggup dijadikan sebagai sarana untuk mengendalikan nafsu. Manfaat besar dari puasa, juga akan sanggup dilihat dari obrolan yang terjadi antara Abu Umamah dengan Nabi SAW. Abu Umamah bertanya kepada Nabi SAW.: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku amal apa yang sanggup menjamin diriku memperoleh kebahagiaan dunia dan darul abadi dan masuk nirwana kelak? Rasul menjawab: Puasa! Abu Umamah bertanya dengan pertanyaan yang serupa, tetapi tetap saja tanggapan Rasul sama, yaitu puasa.
Puasa yang dimaksud oleh Nabi SAW tersebut tentunya buka sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, puasa yang dilakukan dengan keimanan dan penuh perhitungan. Bila hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, inilah puasa yang disinyalir oleh Nabi dalam hadisnya:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلاَّ الجُوْعُ وَالعَطَش
Mereka yang benar-benar puasa akan senantiasa mempuasakan totalitas dirinya, tidak saja dari makan, minum dan syahwat; tetapi juga mempuasakannya dari segala yang membatalkan pahala puasa. Adapun yang membatalkan pahala tersebut –sebagaimana yang disebutkan Nabi SAW-adalah berdusta atau berkata bohong, memfitnah, bersumpah palsu, membicarakan orang lain, dan melepaskan pandangan kepada sesuatu yang diharamkan Allah. Puasa ibarat inilah yang sanggup menghapuskan dosa-dosa masa silam, sebagaimana yang disebutkan Nabi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
(رواه الجماعة)
Berakhirnya bulan Ramadhan bukan berarti berakhir pula ibadah puasa kita. Puasa tetap sanggup dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yang biasa disebut dengan puasa sunat. Puasa-puasa ini tidak kalah pentingnya dan
banyak pula manfaatnya.
Kedua, Shalat berjamaah. Pada bulan Ramadhan, semua umat Islam berupaya melaksanakan shalat secara berjamaah, terlebih lagi terhadap shalat sunat tarawih dan witir. Sehingga seluruh masjid dan mushallah penuh sesak dengan jamaah. Dengan berakhirnya bulan Ramadhan, hendaknya jangan hingga masjid dan mushalallah menjadi sunyi dari shalat berjamaah.
Bila kita lakukan analisa, banyaknya orang tidak mau shalat berjamaah ke masjid, karena menganggap sepele shalat berjamaah yang humnya sunat tersebut. Padahal bila kita rujuk kehidupan Nabi dan para sobat dahulu, mereka tidak pernah sengaja meninggalkan shalat berjamaah. Kalaupun shalat berjamaan tinggal, itu karena ketidak sengajaan. Meskipun tidak sengaja meninggalkannya, tetapi banyak para sobat justru menawarkan hukuman pada dirinya atas kelalaian yang menjadikan tertinggalnya shalat berjamaah.
Umar bin Khattab, misalnya, di sutau siang dia sedang asyik bekerja di kebunnya yang terletak di kota madinah. Seusai bekerja, dia duduk beristirahat di bawah sepokok pohon hingga kesudahannya tertidur. Ketika terbangun, dia terkejut karena waktu ashar telah masuk. Dia pun berlari ke masjid Nabi untuk mengejar shalat berjamaah, tetapi sesampai di masjid dia menemukan Nabi dan sobat yang lain gres saja selesai melaksanakan shalat berjamaah
Tertinggalnya shalat ashar berjamaah tersebut dianggap Umar sebagai keteledoran besar, sehingga dia pun menawarkan hukuman dengan cara menawarkan kebunnya yang rindang tersebut untuk dipergunakan sebagai modal usaha umat Islam. Padahal kebunnya tersebut bernilai 600.000
dinar (sekitar Rp. 45.000.000.000,- ).
Ketiga, Zakat dan shadaqah. Ibadah sosial ini banyak dilakukan oleh umat Islam di bulan Ramadhan. Ibadah ini sanggup menjadikan insan memeliki sifat kepedulian sosial (dermawan). Meskipun harta diperoleh melalui jerih payah kita, tetapi di dalam harta tersebut terdapat hak orang lain, ibarat hak fakir-miskin, hak masjid, hak anak yatim, dan lain-lain. Ini sejalan dengan firman Allah SWT.:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak menerima bahagian” (Q.S. adz-
Dzariyat (51): 19)
Zakat merupakan ibadah yang sangat banyak dibicarakan Allah dalam al-Qur’an. Paling tidak ada 82 kali pengulangan pembicaraan zakat di dalam al-Qur’an. Jumlah ini jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan pembicaraan ihwal puasa –yang hanya sekitar 13 kali- dan haji –yang hanya terulang sebanyak 10 kali. Bahkan perintah zakat seringkali digandengkan dengan perintah mendirikan shalat di dalam al-Qur’an. Paling tidak penggandengan tersebut ditemukan sebanyak 26 kali. Hal ini menunjukkan
bahwa zakat tidak kalah pentingnya dengan shalat. Bila shalat yaitu lambang keharmonisan huibungan vertikal dengan Allah SWT, maka zakat merupakan lambang keharmonisan kekerabatan horizontal sesama manusia. Oleh karena itu, tidak sanggup disalahkan, bila ada ulama yang menyampaikan bahwa kalau shalat dilakukan sementara zakat tidak dibayarkan, maka keimanan orang tersebut masih dipertanyakan.
Abu Bakar ash-Shiddiq, yang melihat antara shalat dan zakat tidak sanggup dipisahkan, sehingga dia memerangi orang yang tidak mau membayar zakat. Sikap ini sesuai dengan hadis Nabi SAW.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ
عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللَّهِ (رواه البخارى والمسلم)
Atas dasar itulah zakat dihentikan dipandang remeh. Bila zakat ini telah dibayarkan oleh seluruh umat Islam, ditambah lagi kesadaran yang tinggi untuk bersedekah, berinfak dan berwakaf, insyaallah segala dilema sosial ekonomi umat sanggup diatasi dengan baik.
الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asiral muslimin Rahimakumullah
Bulan syawal yaitu bulan peningkatan. Oleh karena itu, di samping melestarikan nilai-nilai Ramadhan, kita berupaya melaksanakan peningkatan dalam bidang amal. Untuk sanggup melakukanpeningkatanamal tersebut, sanggup diupayakan melalui enam cara, yaitu:
Pertama, musyaratah (komitmen dan tekat yang bulat. Artinya, mengawali bulan Syawal (bulan peningkatan) ini hendaknya kita mempunyai janji dan tekat yang lingkaran bahwa kita betul-betul akan berupaya meningkatkan amal.
Kedua, muraqabah, yaitu memantau diri kita atau mencicipi bahwa Allah memantau diri kita. Jika perilaku ini dimiliki, tentu kita tidak akan main-main dalam pelaksanaan tekad tersebut. Sebab, Allah akan senantiuasa melihat keseriusan tekad kita.
Ketiga, muhasabah, yaitu melaksanakan introspeksi sejauh mana pelaksanaan tekad yang diikrarkan tersebut. Apakah terealisasi dengan baik, atau terealisasi tetapi dipenuhi dengan kelalaian, atau tidak terealisasi sama sekali.
Keempat, mu’aqabah, yaitu menawarkan hukuman yang bernilai jera terhadap kelalaian dalam pelaksanaan tekad. Sebab, bila kelalaian tersebut tidak diberikan sanksi, dikhawatirkan kelalaian serupa akan terulang kembali.
Kelima, mujahadah, yaitu mengerahkan segenap kemampuan yang ada pada diri untuk memperbaiki kelalaian dari pelaksanaan tekad yang pernah terjadi. Bila seluruh kemampuan telah dikerahkan untuk melaksanakan tekad dalam peningkatan amal tersebut, insyaallah peningkatan amal itu sanggup terwujud.
Keenam, taubikh wa mu’atabah, yaitu senantiasa mengkritik diri. Sebab dengan cara inilah kita menyadari bahwa amal-amal kita penuh dengan kekurangan sehingga ke depan kita akan berupaya meningkatkannya.
Demikianlah khutbah Idul Fitri kita hari ini, semoga sanggup kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selamat merayakan Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin.
باَرَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ وَنَفَعَنِيْ وَاِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Khutbah Ke 2
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الحَمْدُللهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَه وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَه. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنبَِيَّ بَعْدَه. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا
عِباَدَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. إِنَّ اللهَ
وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ
وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ
وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ اِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْد.اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَارْحَمْهُمْ كَمَارَبَّوْنَا
صِغَارًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
. اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً
وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.
اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ
وَاَبْوَابَ السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمَ ْتَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ
آتِناَ فِىالدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر.
وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ
وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Bagi kalian yang sedang membutuhkan teladan teks khutbah idul fitri bisa menggunakan yang terdapat di atas, silahkan untuk di salin ulang biar bisa lebih gampang di baca dan bisa lancar di pakai pada waktunya. Jika belum puas dengan pembahasan ini maka bisa cari lagi semua yang mesih berkaitan dengan kumpulan khutbah makna pesan yang tersirat idul fitri 2019 1440 H terbaik yang menciptakan jamaah menangis duka menyentuh hati dan lain sebagainya.