Showing posts with label Khutbah. Show all posts
Showing posts with label Khutbah. Show all posts

Wednesday, October 30, 2019

Kumpulan Khutbah Jumat Nu Lengkap Pendek Terbaru

Seorang khatib atau orang yang berkhutbah ketiga diberi kiprah untuk mengisi khutbah pada salah satu jum’at, pertama kali yang akan di lakukan yaitu mencari tumpuan untuk materi pembahasannya baik itu melalui kitab-kitab keagamaan, al-qur’an, hadits serta tumpuan lain. Namun di samping mencari materi lewat sumber-sumber di atas tidak jarang juga kalau seorang khatib mencari referensinya lewat internet atau situs-situs resmi agama islam ibarat seakan-akan situs khusus nahdhatul ulama atau yang lainnya.


Memang mencari materi dari internet, apalagi sumbernya belum di ketahui siapa admin yang mengurus dari situs tersebut, bukan hal yang sempurna untuk selalu di lakukan, karena permasalahan agama alangkah baiknya kalau pribadi pada al-quran, hadits dan kitab-kitab karangan para ulama. Tetapi kalau sudah yakin mengetahui bahwa situs tersebut benar adanya serta pengurusnya orang yang terpercaya maka tidak ada salahnya juga mencari tumpuan di sana. Seperti halnya pada salah satu situs NU Online sebagai situs resmi nahdlatul ulama.


Karena memang dalam sebuah khutbah, atau ketika harus berbicara di daerah umum selain harus berpacu pada sumber aturan tetapi di sisi lain kata-kata penjelasan pun harus gampang di terima oleh para jamaah. Maka di sinilah kiprah kami sebagai penyedia materi yang mungkin bisa di ambil oleh kalian yang membutuhkan tumpuan khutbah jum’at singkat dengan kata-kata simple namun insyaallah sanggup di terima dengan gampang oleh semua jamaah yang mendengarkannya, silahkan ambil kemudian amalkan dengan baik, dan mohon untuk di koreksi dulu karena tidak menutup kemungkinan apabila ada kesalahan di dalamnya.


Seorang khatib atau orang yang berkhutbah ketiga diberi kiprah untuk mengisi khutbah pada s Kumpulan Khutbah Jumat Nu Lengkap Pendek Terbaru


Menjadi Pengajak yang Bijak


Khutbah I


الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي امْتَنَّ عَلَى الْعِبَادِ بِأَنْ يَجْعَلَ فِي كُلِّ زَمَانِ فَتْرَةٍ مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ، يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى، وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الأَذَى، وَيُحْيُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ أَهْلَ الْعَمَى، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى :أعوذ بالله من الشيطان الرجيم . وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مّمّن دَعَآ إِلَى اللّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ


Jamaah shalat Jumat as‘adakumullâh,


Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pernah bercerita wacana dua orang bersaudara dari kalangan Bani Israil dengan sifat yang sangat kontras: yang satu sering berbuat dosa, sementara yang lain sangat rajin beribadah.


Rupanya si andal ibadah yang selalu menyaksikan saudaranya itu melaksanakan dosa tak betah untuk tidak menegur. Teguran pertama pun terlontar. Seolah tak memperlihatkan imbas apa pun, perbuatan dosa tetap berlanjut dan sekali lagi tak luput dari pantauan si andal ibadah.


“Berhentilah!” Sergahnya untuk kedua kali.


Si pendosa lantas berucap, “Tinggalkan saya bersama Tuhanku. Apakah kamu diutus untuk mengawasiku?”


Mungkin karena sangat kesal, mulut saudara yang rajin beribadah itu tiba-tiba mengeluarkan semacam kecaman:


وَاللهِ لَا يَغْفِرُ اللهُ لَكَ أَوْ لَا يُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ


“Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu. Allah tidak akan memasukkanmu ke surga.”


Kisah ini terekam sangat terang dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad. Di bab akhir, hadits tersebut memaparkan, tatkala masing-masing meninggal dunia, keduanya pun dikumpulkan di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.


Kepada yang tekun beribadah, Allah mengatakan, “Apakah kamu telah mengetahui tentang-Ku? Apakah kamu sudah mempunyai kemampuan atas apa yang ada dalam genggaman-Ku?”


Drama keduanya pun berlanjut dengan simpulan yang mengejutkan.


“Pergi dan masuklah ke nirwana dengan rahmat-Ku,” kata Allah kepada si pendosa. Sementara kepada andal ibadah, Allah mengatakan, “(Wahai malaikat) giringlah ia menuju neraka.”


Jamaah shalat Jumat as‘adakumullâh,


Cerita tersebut mengungkapkan fakta yang menarik dan beberapa pelajaran bagi kita semua. Ahli ibadah yang sering kita asosiasikan sebagai andal nirwana ternyata masalah dalam hadits itu justru sebaliknya. Sementara hamba lain yang terlihat sering melaksanakan dosa justru menerima kenikmatan surga.


Mengapa bisa demikian? Karena nasib kehidupan darul abadi sepenuhnya menjadi hak prerogatif Allah. Manusia tak mempunyai kewenangan sama sekali untuk memvonis orang atau kelompok lain sebagai golongan kafir atau bukan, masuk neraka atau surga, dilaknat atau dirahmati. Tak ada alat ukur apa pun yang sanggup mendeteksi kualitas hati dan keimanan seseorang secara pasti.


Jika diamati, andal ibadah dalam kisah hadits di atas terjerumus ke jurang neraka karena melaksanakan sejumlah kesalahan. Pertama, ia lancang mengambil hak Allah dengan menghakimi bahwa saudaranya “tak menerima ampunan Allah dan tidak akan masuk surga”. Mungkin ia berangkat dari niat baik, yakni hasrat memperbaiki sikap saudaranya yang sering berbuat dosa. Namun ia ceroboh dengan bersikap selayak Tuhan: menuding orang lain salah sembari memastikan tanggapan negatif yang bakal diterimanya.


Dalam konteks etika dakwah, si andal ibadah sedang melaksanakan perbuatan di luar batas wewenangnya sebagai pengajak. Ia tak hanya menjadi dâ‘i (tukang ajak) tapi sekaligus hâkim (tukang vonis). Padahal, Al-Qur’an mengingatkan:


اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ


“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, peringatan yang baik, dan bantulah mereka dengan yang lebih baik. Sungguh Tuhanmulah yang mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya. Dan Dia Maha mengetahui orang-orang yang menerima hidayah.” (An-Nahl [16]: 125)


وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ


“Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (Al-Kahfi [18]: 29)


Ayat ini tak hanya berpesan wacana keharusan seseorang untuk berdakwah secara bakir dan santun melainkan menegaskan pula bahwa kiprah seseorang hamba kepada hamba lainnya yaitu sebatas mengajak atau menyampaikan. Mengajak tak sama dengan mendesak, mengajak juga bukan melarang atau menyuruh. Mengajak yaitu meminta orang lain mengikuti kebaikan atau kebenaran yang kita yakini, dengan cara memotivasi, mempersuasi, sembari memperlihatkan alasan-alasan yang meyakinkan. Urusan apakah usul itu diikuti atau tidak, kita serahkan kepada Allah subhânahu wa ta‘âlâ (tawakal).


Jamaah shalat Jumat as‘adakumullâh,


Kesalahan kedua yang dilakukan andal ibadah dalam kisah tersebut yaitu ia terlena terhadap prestasi ibadah yang ia raih. Hal itu dibuktikan dengan kesibukannya untuk mengawasi dan menilai sikap orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dalam tingkat yang lebih parah, sikap macam ini sanggup membawa seseorang pada salah satu adab tercela berjulukan tajassus, yakni gemar mencari-cari keburukan orang lain. Apalagi, bila orang yang menjadi target belum tentu benar-benar berbuat salah. Seringkali lataran kesalahmahaman dan masalah teknis, sebuah perbuatan secara sekilas pandang tampak salah padahal tidak. Di sinilah pentingnya tabayun (klarifikasi) dalam anutan Islam.


Tentu saja memperbanyak ibadah dan meyakini kebenaran yaitu hal yang utama. Tapi menjadi keliru tatkala sikap tersebut dihinggapi ‘ujub (bangga diri). Ujub merupakan penyakit hati yang cukup kronis. Ia bersembunyi di balik kelebihan-kelebihan diri kemudian pelan-pelan mengotorinya. Bisa saja seseorang selamat dari perbuatan dosa tapi ia kemudian terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam, yakni ujub. Mesti diingat, menghindari perbuatan dosa memang hal yang amat penting, tapi yang lebih penting lagi bagi seseorang yang terbebas dari dosa yaitu menghindari sifat gembira diri. Sebuah maqalah bijak berujar, “Perbuatan dosa yang membuatmu menyesal jauh lebih baik ketimbang beribadah yang disertai rasa ujub.”


Watak buruk dari kelanjutan sifat ujub biasanya yaitu merendahkan orang lain. Amal ibadah yang melimpah, apalagi disertai kebanggaan dan penghormatan dari masyarakat sekitar, sering menciptakan orang lupa kemudian dengan gampang menganggap remeh orang lain. Orang-orang semacam ini umumnya terjebak dengan penampilan luar. Mereka menilai sesuatu hanya dari yang tampak secara kasat mata. Padahal, bisa saja orang yang disangkanya buruk, di mata Allah justru lebih mulia karena lebih banyak mempunyai kebaikan namun karena bukan tipe orang yang suka pamer amal itu pun luput dari pandangan mata kita.


Jamaah shalat Jumat hadâkumullâh,


Dakwah berasal dari lafadh da‘â-yad‘û yang secara bahasa semakna dengan an-nidâ’ dan ath-thalab. An-nidâ’ berarti memanggil, menyeru, mengajak; sementara ath-thalab sanggup diterjemahkan dengan meminta atau mencari. Istilah dakwah bisa didefinisikan sebagai upaya mengajak atau menyeru kepada iman kepada Allah dan segenap syariat yang dibawa Rasulullah serta nilai-nilai positif lainnya.


Dakwah sangat dianjurkan dalam Islam sebagai pelaksanaan prinsip amar ma’ruf nahi (‘anil) munkar. Umat Islam diperintah untuk membuatkan pesan kebaikan (ma’ruf) dan tak boleh berdiam diri ketika melihat kemunkaran. Hanya saja, dalam praktiknya semua dijalankan dalam koridor yang bijaksana, sehingga usaha amar ma’ruf terlaksana dengan baik dan pencegahan kemungkaran pun tak menjadikan kemungkaran gres karena tidak dijalankan dengan cara-cara yang mungkar.


Karena itu, kita mengenal dalam proses dakwah dua hal, yaitu isi dakwah dan cara dakwah. Terkait isi, dakwah mempunyai lingkup yang sangat luas, dari masalah akidah, ibadah hingga adab keseharian ibarat usul untuk tidak menggunjing dan membuang sampah sembarangan. Dakwah memang bukan monopoli kiprah seorang dai, siapa pun bisa menjadi pengajak, namun dakwah menekankan pelakunya mempunyai bekal ilmu yang cukup wacana hal-hal yang ingin ia serukan. Hal ini penting supaya dakwah tak hanya meyakinkan tapi juga tidak sepotong-sepotong.


Yang tak kalah penting yaitu cara. Betapa banyak hal-hal positif di dunia ini gagal menular karena disebarluaskan dengan cara-cara yang keliru. Begitu pula dengan dakwah. Dalam hal ini kita bisa berkaca kepada Rasulullah. Di tengah fanatisme suku-suku yang parah, kebejatan moral yang luar biasa, dan kendornya prinsip-prinsip tauhid, dalam jangka waktu hanya 23 tahun dia sukses menciptakan perubahan besar-besaran di tanah Arab. Bagaimana ini bisa dilakukan? Kunci dari kesuksesan revolusi peradaban itu yaitu da‘wah bil hikmah, seruan yang digaungkan dengan cara-cara bijaksana. Akhlak Nabi lebih menonjol ketimbang ceramah-ceramahnya. Beliau tak hanya memerintah tapi juga meneladankan. Rasulullah juga pribadi yang egaliter, memahami psikologi orang lain, menghargai proses, membela orang-orang terzalimi, dan tentu saja berperangai ramah dan welas asih.


Hadirin yang semoga dirahmati Allah,


Khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan jamaah sekalian bahwa ada rambu-rambu dakwah yang perlu diingat, yakni jangan membenci dan merendahkan orang lain, apalagi mencaci maki dan memojokkannya. Karena kalau hal itu kita lakukan maka keluarlah kita dari motivasi dakwah sesungguhnya. Dakwah berangkat dari niat baik, untuk tujuan yang baik, dan semestinya dilakukan dengan cara-cara yang baik. Itulah makna sejati dakwah. Bila ada pendakwah gemar menjelek-jelekan orang atau golongan lain, mungkin perlu diingatkan lagi wacana bahasa Arab dasar bahwa da’wah artinya mengajak bukan mengejek. Sehingga, dakwah mestinya ramah bukan marah, merangkul bukan memukul.


Yang paling mengerikan tentu saja yaitu dakwah dikuasai amarah dan hawa nafsu sehingga menjadikan pemaksaan dan aksi-aksi kekerasan, hanya kerena menganggap orang lain sebagai musyrik, musuh Allah, dan alhasil harus diperangi. Jika sudah hingga pada level ini, pendakwah tak hanya sudah melenceng jauh dari esensi dakwah, tapi juga pantas menjadi target dakwah itu sendiri. Al-Qur’an sudah sangat benderang menegaskan bahwa tak ada paksaan dalam agama, dan oleh karena itu memakai pendekatan kekerasan sama dengan mencampakkan pesan ayat suci.


Dalam sebuah hadits dijelaskan:


عن حذيفة رضي الله عنه قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ بَهْجَتَهُ عَلَيْهِ ، وَكَانَ رِدْءًا لِلْإِسْلَامِ انْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ ، وَسَعى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ ، وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ ” . قُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللَّهِ ! أَيُّهُمَا أَوْلَى بِالشِّرْكِ الرَّامِي أَوِ الْمَرْمِيِّ ؟ قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” بَلِ الرَّامِي “


Dari Hudzaifah radliyallâhu ‘anh, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh yang paling saya khawatirkan pada kalian yaitu orang yang membaca Al-Qur’an hingga terlihat kegembiraannya dan menjadi benteng bagi Islam, kemudian ia mencampakkannya dan membuangnya ke belakang punggung, membawa pedang kepada tetangganya dan menuduhnya syirik.” Saya (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Nabi, siapakah yang lebih pantas disifati syirik, yang menuduh atau yang dituduh?” Rasulullah menjawab: “Yang menuduh.” (HR Ibnu Hibban)


Na’ûdzubillâhi mindzâlik. Semoga kita semua dilindungi Allah dari perbuatan buruk baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.


باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَأَحُثُّكُمْ عَلَى طَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ.

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ اْلقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَاأَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، وَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ. صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


Jamaah shalat Jumat as‘adakumullâh,


Tekun dalam beribadah kemudian mengajak sesamanya untuk melaksanakan hal yang serupa merupakan sesuatu yang dipuji dalam agama. Hanya saja, dakwah atau mengajak mempunyai batasan-batasan. Setidaknya ada dua tips yang bisa dipegang supaya seseorang tak melampaui batasan kiprah sebagai seorang pengajak. Pertama, muhâsabah (introspeksi). Meneliti malu orang yang paling cantik yaitu dimulai dari diri sendiri. Muhasabah akan mengantarkan kita pada prioritas perbaikan kualitas diri sendiri, yang secara otomatis akan membawa imbas pada perbaikan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, “Ashlih nafsaka yashluh lakan nâs. Perbaikilah dirimu maka orang lain akan berbuat baik kepadamu.”


Kedua, tawâdlu‘ (rendah hati). Sikap ini tidak sulit tapi memang sangat berat. Rendah hati berbeda dari rendah diri. Tawaduk yaitu kemenangan jiwa dari harapan ego yang senantiasa merasa unggul: merasa paling benar, paling pintar, paling saleh, dan seterusnya—yang ujungnya meremehkan orang lain. Tawaduk membuahkan sikap menghargai orang lain, sabar, dan menghormati proses. Dalam perjalanan dakwah, tawaduk terbukti lebih menyedot banyak simpati dan menjadi salah satu kunci suksesnya sebuah seruan kebaikan. Fakta ini bisa kita lihat secara terang dalam usaha Nabi dan pendakwah generasi terdahulu yang tercatat sejarah hingga kini. Wallâhu a‘lam bish-shwâb.


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Itulah salah satu dari khutbah jum’at nu yang dikala ini gres bisa kami sajikan untuk anda gunakan di hari jum’at kapan saja. Mohon maaf apabila da kekurangan, apalagi kalau terdapat kesalahan mohon untuk di koreksi lagi, silahkan cermati dengan baik semua yang ada pada kumpulan khutbah jumat nu lengkap pendek terbaru jatim pdf singkat padat wacana bulan ramadhan bahasa jawa mencari keberkahan hidup dan lain sebagainya dan jangan lupa gunakan teks dari khutbah di atas sebaik mungkin.


Khutbah Idul Adha Terbaik Wacana Qurban Yang Menciptakan Menangis

Sholat ied idul adha dan idul fitri mempunyai aturan sunnah yang di anjurkan untuk di kerjakan oleh setiap umat muslim, namun keduanya mempunyai perbedaan di banding dengan sholat sunnah pada umumnya yaitu adanya dua khutbah. Perbedaan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa sholat sunnah idul adha atau idul fitri mempunyai keunggulan tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Seperti pola bisa di lihat pada sholat jum’at yang di kerjakan pada hari yang mempunyai nama sebagai sayyidul ayyâm atau rajanya hari.


Begitu juga dengan idul fitri dan idul adha, di mana kedua hari raya tersebut menjadi momen yang sangat istimewa dan paling di agungkan serta menjadi waktu yang penuh dengan kebahagiaan. Dengan kedudukan sebagai hari yang Istimewa sehingga rosululloh saw pun memerintahkan semua umat muslim untuk keluar rumah guna mengerjakan sholat sunnah ied pada kedua hari raya tersebut, meskipun perempuan yang sedang haid, tetapi bagi yang haid harus duduk di daerah yang terpisah tujuannya yaitu alasannya mereka berhak mendengarkan khutbah, takbir, doa, atau dzikir lainnya sehingga kebahagiaan hari raya lebih terasa.


Meskipun hari raya idul adha berbeda dengan idul fitri yang di awali dengan puasa wajib selama sebulan penuh sebelumnya. Tetapi dari sisi kedudukan aturan keutamaannya sama-sama mempunyai keunggulan yang luar biasa. Bahkan sebelum hari raya idul adha pun juga di perintah semua umat islam yang tidak berhaji untuk mengerjakan puasa dari mulai tanggal 1 hingga 9 dan yang paling di utamakan yaitu dua hari sebelum idul adha atau di sebut dengan tasu’a dan asyura, meskipun sunnah namun keutamaan puasa ini sangat luar biasa, sehingga jangan hingga tidak mengetahui niat puasa idul adha atau yang berafiliasi dengan ibadah sunnah tersebut.


Sholat ied idul adha dan idul fitri mempunyai aturan sunnah yang di anjurkan untuk di kerjak Khutbah Idul Adha Terbaik Tentang Qurban Yang Membuat Menangis


Untuk aturan hutbah dalam sholat ied memang sunnah, namun bukan berarti ketika di laksanakan tidak harus memenuhi sayarat dan rukunnya. Karena meskipun perbuatan sunnah tetap harus mematuhi aturan-aturan ibadah yang telah di tentukan dalam syariat dan apabila tidak di kerjakan maka batal lah ibadahnyanya tersebut. Dan di antara rukunnya yaitu memuji Allah, membaca shalawat, berwasiat perihal takwa, membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah, serta mendoakan kaum Muslimin pada khutbah kedua, dan ini harus benar-benar di penuhi oleh khatib atau orang yang bertugas melakukan khutbah.


Khutbah Ke I


9x اللهُ اَكْبَرْ


اللهُ اَكْبَرْكَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً ، لاَ إِلَهَ إِلاّ الله وَلَهُ الْحَمْدُ فِى السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِيْنَ تُظْهِرُوْن.


اللهُ اَكْبَرْ3X وَللهِ الْحَمْد. الْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ بَسَطَ لِعِبَادِهِ مَوَاعِدَ إِحْسَانِهِ وَإِنْعَامِه ، وَأَعَادَ عَلَيْنَا فِى هَذِهِ الأَيَّاّمِ عَوَائِدَ بِرِّهِ وَإِكْرَامِه ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى جَزِيْلِ إِفْضَالِهِ وَ إِمْدَادِهْ ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ جُوْدِهِ بِعِبَادِهِْ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ فِىْ مُلْكِهْ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَشْرَفُ عِبَادِهِ وَزُهَّادِهْ ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى هَذَا النَّبِيِّ الكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ كَانُوْا أُمَرَاءَ الْحَجِيْجِ لِبِلاَدِ اللهِ الْحَرَامِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.


اللهُ اَكْبَرْ3 X وَللهِ الْحَمْد ، أَمَّا بَعْدُ :


فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِْ وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمُ الْعِيْدِ الأكْبَرْ وَيَوْمُ الْحَجِّ الأَفْخَرْ وَيَوْمٌ ابْتَلَى اللهُ خَلِيْلَهُ إِبْرَاهِيْمَ – عَلَيْهِ السَّلاَمْ – وَأَبَانَ اللهُ فَضِيْلَتَهُ لِلأْنَامِ فَتَقرَّبُوا – رَحِمَكُمُ اللهُ تَعَالَى – بِذَبَائِحِكُمْ وَعَظِّمُوْا شَعَائِرَ رَبِّكُمْ لَعَلَّكُمْ بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُفْلِحُوْنْ


Allahu Akbar 3X walillahil hamd.


Sepanjang malam Gemuruh kalimat takbir, tahlil dan tahmid berkumandang bersahutan menggetarkan hati, menyentuh kalbu jiwa-jiwa yang beriman, kemudian pagi ini dengan penuh kebersamaan walau dalam perbedaan ada yang tiba berjalan kaki,memakai kendaraan, berjalan cepat atau menggunakan tongkat, pria dan perempuan, tua-muda, yang sedih atau bangga semua tiba untuk berjamaah bersama dihamparan bumi Allah menghidupkan sunnah sebagai bukti rasa cinta kepada Rasulullah SAW.


Sementara saudara-saudara kita yang menjadi tamu Allah ditanah suci dengan busana ihram yang sama mereka sedang berjuang keras melakukan rangkaian ibadah haji, tanggal 8 Dzilhijjah mereka berangkat dari Makkah menuju ‘Arafah, tanggal 9 Dzilhijjah setelah tergelincir matahari mereka melakukan wukuf dipadang‘Arafah. Pada malam harinya, mereka mabit di Muzdalifah dan mengumpulkan krikil untuk melontar Jumrah di Mina. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan yang akan mengingatkan kita pada dikala kita berada dipadangal Makhsar.


Ya Allah semoga saudara-saudara kami yang sedang bertamu ke Rumah-MU diberikan fasilitas dan kesabaran, serta sanggup kembali ke tanah air mereka dalam keadaan Mabrur. Amin Ya Rabbal ‘alamin

Allahu Akbar 3X walillahil hamd.


Bulan ini ialah bulan Dzil Hijjah, dimana didalamnya ada beberapa bencana besar dalam sejarah Islam, dalam sebuah hadist Rasulullah saw. pertanda : Nabi Adam ‘alaihissalam diterima taubatnya oleh Allah pada tanggal 1 Dzil Hijjah setelah sekian ratus tahun bertaubat. Do’a Nabiyullah Yunus ‘alaihisalam Diijabahi oleh Allah SWT dan dikeluarkan dari perut ikan pada hari kedua bulan Dzil Hijjah, pada hari ketiga do’anya Nabiyullah Zakariya ‘alaihissalam dikabulkan oleh Allah, pada bulan ini pula yakni tanggal empat Dzil Hijjah Nabiyullah Isa ‘alaihissalam dilahirkan. Demikian pula Nabiyullah Musa ‘laihissalam dilahirkan pada hari kelima di bulan Dzil Hijjah ini. Namun demikian bencana yang besar yang mustahil dilupakan oleh umat Islam ialah tarih atau sejarah ketaatan atau ketaqwaan seorang Kholilullah Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam dan keluarganya yang kita peringati pada hari ini.


Dalam kehidupan ini seringkali harta bisa menciptakan insan lupa pada Allah SWT Yang Maha Kaya, seringkali pangkat dan jabatan kedudukan menimbulkan insan semakin jauh dari Dzat Yang Memberi dan Mengambil pangkat dan jabatan, Namun yang paling banyak kita jumpai ialah kecintaan seseorang terhadap istri dan anaknya bisa mengurangi kecintaan dan ibadahnya kepada Allah Rabbil ‘Izzati.


Dikisahkan sebelum Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalam ialah Nabi yang sangat senang memberi ia biasa menyembelih seribu ekor domba, tigaratus lembu dan seratus ekor unta untuk sabilillah, banyak orang yang berdecak kagum bahkan para malaikatpun menganguminya. Melihat dan mendengar kekaguman tersebut Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata : Kalau saja saya punya seorang anak dan Allah meminta biar saya mengorbankannya maka pasti akan saya korbankan dia.


Pada malam tarwiyyah tanggal 8 Dzil Hijjah Allah menguji ketaqwaan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, dia bermimpi diperintah “penuhilah nadzarmu” yaitu menyembelih putra kesayangannya. Waktu itu Nabi Ibrahim belum yakin dan dan masih berfikir apakah perintah itu tiba dari Allah atau hanya dari syaitan yang ingin merusak keharmonisan rumah tangganya ( يَتَرَوَّىْ إِبْرَاهِيْمُ أَهُوَ مِنَ اللهِ أَمْ مِنَ الشَّيْطَانِ ) yang alhasil kita kenal dengan yaumut tarwiyah.


Dalam hadits Nabi dinyatakan :


 مَنْ صَامَهُ أُعْطِيَ مِنَ الأَجْرِ مَا لاَ يَعْلَمهُ إِلاّ اللهُ


”barangsiapa berpuasa pada hari tarwiyah maka dia akan mendapat pahala yang besar tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah “


Keesokan harinya pada tanggal 9 Dzil Hijjah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi lagi dengan mimpi yang sama. ( عَرَفَ إِبْرَاهِيْمُ أَنَّهُ مِنَ اللهِ ) yakinlah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bahwa mimpi itu benar-benar tiba dari Allah SWT. Maka, tanggal 9 Dzil Hijjah kita sebut yaumu ‘Arafah.


Dalam hadits Nabi disebutkan :


أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ ، فَقَالَ : (( يُكَفُِّر السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ))


“Bahwa Rasulullah SAW ditanya perihal puasa ‘Arafah maka dia menjawab :Barang siapa mau berpuasa pada hari Arafah maka Allah akan mengampuni dosanya satu tahun sebelum dan sesudahnya”


Ma’asyiral muslimin wa zumratal mukminin rahimakumullah.


Allahu Akbar 3X walillahilhamd.


Pada malam ketiganya Nabi Ibrahim bermimpi lagi dengan keinginan yang sama maka dia bertekad untuk memenuhi nadzarnya yaitu menyembelih putra kesayangannya, maka pada hari pelaksanaannya disebut dengan “yaumun nahr“ hari pelaksaanan penyembelihan.


Kisah Qurban penyembelihan Nabi Ismail ‘alaihissalam oleh ayahandanya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat asshoffat 102:


فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ


102. Maka tatkala anak itu hingga (pada umur sanggup) berusaha bantu-membantu Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya saya melihat dalam mimpi bahwa saya menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kau akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.


Hadirin jamaah ‘Iedul Adha yang dimulyaka Allah.


Yang namanya iblis selamanya tidak akan pernah membisu melihat insan akan melakukan ibadah menaati perintah Allah SWT, maka satu-persatu dari keluarga mulia ini digodanya, mulai dari dari Ibrahim ‘alaihissalam sebagai kepala keluarga, Siti Hajar ibu rumah tangga, kemudian Isma’il sebagai anggota keluarga terakhir tak luput dari godaannya. Benteng ketaqwaan dan keshalihan yang kokoh dari seluruh anggota keluarga ini tak bisa dikoyak oleh Iblis laknatullahi ‘alaih.


Sungguh pelajaran yang tepat dari Allah, bahwa setiap keluarga muslim pasti akan mendapat godaan Iblis laknatullahi ‘alaih, terkadang godaan itu lewat ayah, ibu atau bahkan lewat orang-orang yang kita sayangi yaitu belum dewasa kita.


Semoga seluruh anggita keluarga bisa memetik pelajaran indah dan hebat dari cerita keluarga nabi Ibrahim ‘alaihim as salam, kita yang menjadi ayah semoga bisa menjadi seorang ayah yang demokratis, adil dan bijaksana sebagaimana Nabi Ibrahim yang mengajak putranya bermusyawarah untuk melakukan perintah besar dari Allah, para perempuan yang ditaqdir oleh Allah menjadi ibu, semoga bisa meneladani Siti Hajar profil ibu rumah tangga yang mendukung,membantu dan mendo’akan suami dalam menaati perintah Allah, Yang dikala ini masih anak-anak,remaja semoga bisa menggandakan keshalihan Isma’il yang dengan keimanan yang menancap kelubuk hati dan ketawaannya yang tinggi menimbulkan ia sabar dan tulus untuk berbakti kepada orang tuanya sekalipun ia harus “dikorbankan” oleh Ayahnya sendiri demi mengikuti perintah Allah.


Bila sebuah keluarga sudah besar lengan berkuasa maka Negara akan menjadi besar lengan berkuasa dan hebat.


Pada ayat ke 103-108 kita sanggup membaca secara runtut sejarah keteguhan pribadi Ibrahim dan Putranya Ismail ‘alaihimassalam dalam melakukan perintah Allah SWT:


103. tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).


104. dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,


105. Sesungguhnya kau telah membenarkan mimpi itu[1284] Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.


106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.


107. dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar[1285].


108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang tiba Kemudian,


[1284] Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.


[1285] Sesudah positif kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.


Allahu Akbar 3X walillahil hamd.


Karena keikhlasan dan ketaqwaan yang betul-betul dari keluarga ini, alhasil Allah SWT menebus (mengganti) nabi Ismail ‘alaihissalam dengan tebusan sembelihan yang besar, seekor kambing yang dibawa dari nirwana oleh malaikat Jibril. Malaikat Jibril bertakbir (Allahu Akar 3X) diteruskan oleh nabi Ibrahim (Lailaha illallahu Allahu Akbar) diakhiri oleh nabi Ismail (Allahu Akbar wa Lillahilhamd).


Betapa penting anutan menyembelih binatang qurban dalam Islam sehingga Rasulullah saw dengan tegas mengatakan:


مَنْ وَجَدَ سَعَةً وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا


“Barangsiapa mempunyai kemampuan,tetapi tidak mau menyembelih binatang qurban maka janganlah ia mendekati musholla kami.”


Dari tegasnya larangan Rasululah “ janganlah mendekati daerah sholat kami” sehingga sebagian ulama’ beropini bahwa menyembelih binatang qurban berhukum wajib atas mereka yang kaya, namun pendapat yang lebih besar lengan berkuasa menyatakan hokum berkurban ialah sunnah muakkad.


Bila dikala ini sebagian dari kita belum mempunyai kemampuan berkorban mudah-mudahan tahun yang akan tiba Allah memberi kita rizqi yang cukup untuk berkorban. Sebab pahalanya orang berkorban sangat besar sebagaimana diriwayatkan:


 أنَّ دَاوُدَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ قَالَ : إِلَهِى مَا ثَوَابُ مَنْ ضَحَّى مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمْ ؟ ، قَالَ: ثَوَابُهُ أَنْ أُعْطِيَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ عَلَى جَسَدِهِ عَشْرَ حَسَنَاتٍ وَأَمْحُوْ عَنْهُ عَشْرَ سَيِِّئَاتٍ وَأَرْفَعُ لَهُ عَشْرَ دَرَجَاتٍ وَلَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ قَصْرٌ فِى الْجَنَّةِ وَجَارِيَةٌ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ وَمَرْكَبٌ مِنْ ذَوَاتِ الأَجْحَةِ .


“ Sesungguhnya Nabi Daud bertanya pada Allah? “ Ya Allah apa pahala umat Muhammad ‘alaihissholatu wassalam yang berkorban ?” Allah SWT menjawab : “ Pahala bagi orang berkorban ialah Allah akan memberi ganti satu helai bulu binatang korban dengan sepuluh kebaikan, dan Allah menghaps karenanya sepuluh kejelekan, mengangkat karenanya sepuluh derajat, dan setiap helai bulu korban akan diganti di alam abadi dengan sebuah istana di nirwana dan satu bidadari yang amat jelita, dan satu binatang tunggangan yang bersayap”.


Sedangkan bagi yang mereka yang mempunyai kemampuan berkorban tapi ia tidak mau berkorban hingga ia meninggal maka dikhawatirkan ia mati dalam keadaan suul khotimah, sebagaimana sabda Nabi SAW:


أَنّهُ قَالَ : (( مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ فَلَمْ يُضَحِّ فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّا وَإِنْ شَاءَ نَصْرَانِيًّا ))


Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda : “barangsiapa mempunyai kemampuan berkorban tapi ia tidak mau berkorban sehingga ia meninggal maka ia bisa meninggal dalam keadaan yahudi dan juga bisa dalam keadaan nasrani.


أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَن الرَّحِيْم . إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرْ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَاتْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرْ.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى القُرْآنِ الْعَظِيْمْ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلَ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم. اللهُ أَكْبَرْ 3X وَللهِ الْحَمْد


Khutbah Ke II


اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا


أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ


اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Itulah salah satu dari acuan perihal khutbah idul adha terbaik perihal qurban yang menciptakan menangis bahasa sunda jawa pdf menggetarkan jiwa terbaru untuk tahun ini. Bagi anda yang belum mempunyai konsep atau pedoman perihal khutbah untuk di bacakan nanti dikala hari raya, maka bisa menggunakan khubah yang ada di atas, silahkan di salin atau copy biar nanti bisa eksklusif di gunakan.


Tuesday, October 29, 2019

Kumpulan Khutbah Makna Hikmah Idul Fitri 2019 1440 H Terbaik

Setiap umat muslim akan mempunyai perasaan bahagian dan bangga jikalau sudah bertemu dangan hari raya idul fitri, kegembiraan mereka bukan saja karena bisa menggunakan baju gres atau berkumpul dengan keluarga, namun mereka sangat senang karena lulus melewati bulan istimewa yaitu ramadhan. Menahan rasa lapar dan haus kemudian berzakat fitrah dengan membaca niat doa zakat fitrah serta menahan hawa nafsu selama sebulan penuh.


Dalam hari raya idul fitri ini terdapat amalan sunnah yang sangat di anjurkan untuk di kerjakan oleh umat islam yaitu berupa sholat sunnah yang di sebut dengan sholat ied idul fitri. Sholat ini sama dengan pelaksanaan pada hari raya idul adha, tetapi berbeda dengan sholat pada umumnya yaitu terdapatnya khutbah pada simpulan sholat, serta khutbah ini menjadi rukun pada kedua sholat hari raya baik idul fitri atau idul adha.


Setiap umat muslim akan mempunyai perasaan bahagian dan bangga jikalau sudah bertemu dangan h Kumpulan Khutbah Makna Hikmah Idul Fitri 2019 1440 H Terbaik


Yang akan menjadi pembahasan utama pada kesempatan kali ini yaitu mengenai khutbah idul fitri, karena rasanya sangat penting untuk di bahas. Meskipun pada kenyataannya para ustadz sudah sangat jago ihwal ini, tetapi tidak sedikit juga di luar sana masih ada yang mencari dan membutuhkan teladan bahan kumpulan khutbah idul fitri yang mempunyai pembahasan terbaik yang bisa menciptakan orang menangis, meski pada kenyataannya hal ini bukan tujuan pokok dalam khutbah.


Namun setidaknya apabila dalam khutbah mempunyai panduan pembahasan, dan bahasa-bahasa yang menarik serta gampang di mengerti oleh para jamaah,. Biasanya khutbah ibarat ini bisa lebih gampang di teripa oleh setiap orang yang mendengarnya serta jamaah pun akan lebih khusu mendengarnya. Nah untuk salah satu dari teladan khutbah idul fitri bisa kalian simak pribadi di bawah ini.



السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الله أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُللهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً.

الحَمْدُللهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلىَ

الَّذِى جَعَلَ مُحَمَّدً اِمَامًا لَّنَا وَلِسَائِرِ البَشَر. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ

الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

المَبْعُوْثُ لِلنَّاسِ لِيَنْفِذَهُمْ مِنْ كَيْدِ الشَّيْطَانِ وَيُنَجِّيهِمْ مِنْ عَذَابِ

النَّارِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ الأَطْهَارِ

وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة.

أَمَّا بَعْدُ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى

فِى القُرْآنِ الكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ القَائِلِيْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ

الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ الله الرَّحْمنِ الرَّحِيْم: {يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ

ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ

لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ}



الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ


Ma’asiral muslimin Rahimakumullah


Puji Syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, karena Pada hari yang mulia ini, kita masih diberikan nikmat kesehatan dan keimanan oleh Allah. Nikmat yang besar dan banyak yang kita rasakan ini merupakan bukti bahwa Allah tiada pernah melupakan kita sebagai makhluk ciptaanNya. Udara yang kita hirup, darah yang mengalir di dalam badan kita, bahkan Jantung yang selalu berdenyut yang kita sendiri tak bisa menghitung berapa banyak jumlah denyut jantung tersebut, Semuanya itu tidak luput dari perhatian dan kasih sayang Allah SWT.


“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan komplemen sebanyak itu (pula)”


Sedangkan kiprah kita sebagai makhlukNya ialah dengan tidak lupa mengucapkan rasa syukur dan berubudiyah kepada Allah sebagai tanda bahwa kita yaitu makhluk yang lemah dan sangat menyadari betapa butuhnya kita akan perhatian dan kasih sayang Allah. Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan “Sesungguhnya jikalau kau bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jikalau kau mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.


Sholawat beserta Salam tidak bosan-bosannya kita bermohon kepada Allah biar disampaikan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan Sahabat-sahabat beliau. Karena berkat usaha yang gigih dan penuh sabar yang telah dia lakukan, telah berhasil membawa umat insan dari zaman Jahiliyah kepada zaman Ilmiyah, dari zaman yang

biadab ke zaman yang beradab Akhrajannasa mina Zulumati Ila Nur.



الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ


Ma’asiral muslimin Rahimakumullah


Hari ini kalimat takbir dari lisan umat Islam bergema di mana-mana. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan syukur yang bercampur gembira, karena mereka telah ber-idul fitri atau kembali kepada kesucian (fitrah).


Kalimat di atas terdiri dari dua kata, yaitu kata id yang berarti kembali atau hari raya, dan kata fitr yang berarti kesucian. Dengan demikian, Idul Fitri sanggup diartikan dengan hari perayaan umat Islam atas keberhasilannya kembali pada kesucian diri layaknya ibarat bayi yang gres dilahirkan.


Orang yang berhasil melaksanakan puasa sebulan penuh dengan penuh keimanan dan keikhlasan pada Allah Swt. dianggap sebagai orang yang kembali suci. Untuk memperlihatkan rasa syukur kepada Allah Swt., umat Islam dianjurkan untuk menutup ibadah Ramadhan dengan melaksanakan shalat sunat dua rakaat yang disebut dengan shalat hari raya Idul Fitri.


Adapun landasan aturan pelaksanaan shalat Idul Fitri tersebut yaitu sebuah riwayat dari Anas ibn Malik yang menyampaikan bahwa dikala Rasulullah Saw. pertama kali hijrah ke Madinah, penduduk Madinah mempunyai dua hari khusus yang merupakan hari raya bagi mereka. Lalu Rasulullah Saw. bertanya: “Kedua hari ini hari apa?” Penduduk Madinah menjawab: “Pada dua hari ini kami mengadakan perayaan, bergembira dan bermain-main semenjak zaman Jahiliyah”. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. telah mengganti kedua harimu ini dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad ibn Hanbal).


Dalam riwayat ibnu Abbas disebutkan bahwa ia bersama-sama Rasulullah Saw., Abu Bakr dan Umar ibn al-Khattab memulai shalat Idul Fitri. Shalat ini diadakan sebelum khutbah, tanpa azan dan iqamah (H.R. Bukhari dan Muslim).


Namun di sisi lain perasaan haru dan duka juga dialami oleh umat Islam, karena bulan Ramadhan yang amat mulia telah berlalu. Kemuliaan Ramadhan sanggup dilihat dari banyaknya julukan lain dari bulan ke-9 tersebut selain julukan Ramadhan. Bulan ini dijuluki juga dengan Syahr al-Qur’an (bulan al-Qur’an), Syahr al-Shiyam (bulan puasa), Syahr an-Najah (bulan keselamatan), Syahr al-Juud (bulan kemurahan), Syahr al-Tilawah (bulan membaca), Syahr al-Shabr (bulan kesabaran), Syahr al-Rahmah (bulan curahan kasih sayang dari Allah).


Ramadhan menjadi bulan yang mulia, karena banyaknya kitab suci dan shuhuf diturunkan pada bulan tersebut. Shuhuf Ibrahim, diturunkan Allah SWT. pada malam pertama Ramadhan; Kitab Taurat, diturunkan Allah SWT. pada malam keenam Ramadhan; Kitab Zabur, diturunkan Allah SWT. pada malam ke-12 Ramadhan, Kitab Injil, diturunkan Allah SWT. pada malam ke- 18 Ramadhan, dan Kitab al-Qur’an, diturunkan Allah SWT. pada malam ke- 17 Ramadhan.


Ramadhan semakin terbukti kemuliaannya bila dilihat peristiwa- insiden penting yang mengukir lembaran sejarah Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan. Peristiwa-peristiwa itu antara lain: 1). Kemenangan Rasul dan pasukannya dalam perang Badr, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H; 2). Persiapan perang Uhud dilakukan pada bulan Ramadhan tahun ke-3 H; 3). Persiapan perang Khandak dilakukan pada bulan Ramadhan tahun ke-5 H; 4). Pembebasan kota Mekah terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H; 5). Kemenangan umat Islam dalam perang Tabuk terjadi pada bulan Ramadhan

tahun ke-9 H; 6).


Pengiriman pasukan khusu yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib ke Yaman terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-9 H. Setahun kemudian penduduk Yaman berbondong-bondong masuk Islam; 7). Penaklukan Afrika oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Uthbah ibn Nafi’, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-53 H; 8). Islam menjajakkan kaki ke Eropa di bawah pimpinan panglima Thariq bin Ziyad, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke- 91 H; dan 9). Indonesia merdeka terjadi juga pada bulan Ramadhan.


Kemuliaan Ramadhan semakin jelas, bila ilihat dari khutbah Nabi SAW.: “Wahai manusia! Sesungguhnya kau dianugerahi bulan yang besar lagi penuh berkah, yaitu bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul Qadr); bulan yang diwajibkan di dalamnya berpuasa; shalat malam di malam harinya dipandang sebagai ibadah sunat.


Siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan satu perbuatan sunat di dalamnya, pahalanya sama dengan melaksanakan satu perbuatan fardhu di bulan lain. Siapa saja yang menunaikan satu perbuatan fardhu di dalamnya, pahalanya sama dengan orang yang mengerjakan 70 fardhu di bulan lain. Ramadhan yaitu bulan sabar, dan pahala untuk sabar yaitu surga.


Ramadhan yaitu bulan untuk menawarkan pertolongan dan bulan dikala Allah menambah rezki bagi mereka yang beriman. Siapa saja yang menawarkan masakan kepada orang yang berbuka, maka dosa-dosanya akan diampuni dan dia menerima pahala ibarat orang yang berpuasa tanpa dikurangi sedikitpun”. Para sobat bertanya: “Wahai Rasulullah! Bagaimana dengan kami yang tidak mempunyai masakan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa?” Rasulullah bersabda: “Allah menawarkan pahala kepada orang yang menawarkan sebutir kurma, seteguk air atau sedikit susu di bulan yang awalnya penuh rahmat, pertengahannya penuh keampunan, dan kesudahannya terbebas dari api neraka. Siapa saja yang meringankan beban seorang hamba, pasti Allah akan mengampuni dosanya dan dimerdekakannya dari api neraka.


Karena itu, perbanyaklah yang empat di bulan Ramadhan; dua kasus untuk menyenangkan Allah dan dua lagi kau yang membutuhkannya. Dua kasus yang kau lakukan untuk menyenangkan Allah ialah mengakui dengan bantu-membantu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Dua kasus lagi yang sangat kau butuhkan yaitu memohon nirwana dan berlindung dari api neraka. Siapa saja yang memberi minum kepada orang yang berpuasa, pasti Allah akan memberinya minum yang jikalau diminum seteguk saja maka ia tidak akan merasa haus untuk selama-lamanya”.


Dari khutbah Rasul di atas tergambar terperinci oleh kita betapa mulianya bulan Ramadhan, yang tidak akan pernah dijumpai pada bulan-bulan lain. Sehingga masuk akal bila Nabi SAW selalu duka dan menangis dikala akan berakhirnya bulan Ramadhan. Atas dasar ini pulalah, masuk akal bila Nabi SAW menyampaikan bahwa andaikan umatku tahu betapa besarnya keutamaan Ramadhan, pastilah mereka meminta supaya semua bulan dalam satu tahun itu dijadikan Ramadhan.



الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ


Ma’asiral muslimin Rahimakumullah


Bulan Ramadhan yaitu bulan bersedekah dan beribadah. Semua umat Islam berlomba-lomba untuk beramal. Namun bukan berarti, dengan berakhirnya Ramadhan berakhir pula kita beramal. Seharusnya kita sanggup mempertahankan ibadah-ibadah yang telah kita lakukan selama satu bulan tersebut. Ibadah-ibadah yang harus kita pertahankan dan lestarikan tersebut

adalah:


Pertama, Puasa. Bila pada bulan Ramadhan, puasa yaitu suatu kewajiban yang harus dilakukan selama satu bulan penuh, maka di luar Ramadhan disunatkan kepada kita melaksanakan puasa pada hari-hari tertent, ibarat puasa enam hari di bulan syawal, puasa senin dan kamis, puasa pertengahan bulan (13, 14, dan 15), dll.


Puasa merupakan ibdah yang mempunyai banyak manfaat. Selain untuk kesehatan, dia juga sanggup dijadikan sebagai sarana untuk mengendalikan nafsu. Manfaat besar dari puasa, juga akan sanggup dilihat dari obrolan yang terjadi antara Abu Umamah dengan Nabi SAW. Abu Umamah bertanya kepada Nabi SAW.: “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku amal apa yang sanggup menjamin diriku memperoleh kebahagiaan dunia dan darul abadi dan masuk nirwana kelak? Rasul menjawab: Puasa! Abu Umamah bertanya dengan pertanyaan yang serupa, tetapi tetap saja tanggapan Rasul sama, yaitu puasa.


Puasa yang dimaksud oleh Nabi SAW tersebut tentunya buka sekedar menahan lapar dan dahaga, tetapi lebih dari itu, puasa yang dilakukan dengan keimanan dan penuh perhitungan. Bila hanya sekedar menahan lapar dan dahaga, inilah puasa yang disinyalir oleh Nabi dalam hadisnya:



كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلاَّ الجُوْعُ وَالعَطَش


Mereka yang benar-benar puasa akan senantiasa mempuasakan totalitas dirinya, tidak saja dari makan, minum dan syahwat; tetapi juga mempuasakannya dari segala yang membatalkan pahala puasa. Adapun yang membatalkan pahala tersebut –sebagaimana yang disebutkan Nabi SAW-adalah berdusta atau berkata bohong, memfitnah, bersumpah palsu, membicarakan orang lain, dan melepaskan pandangan kepada sesuatu yang diharamkan Allah. Puasa ibarat inilah yang sanggup menghapuskan dosa-dosa masa silam, sebagaimana yang disebutkan Nabi:



عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ

صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

(رواه الجماعة)


Berakhirnya bulan Ramadhan bukan berarti berakhir pula ibadah puasa kita. Puasa tetap sanggup dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yang biasa disebut dengan puasa sunat. Puasa-puasa ini tidak kalah pentingnya dan

banyak pula manfaatnya.


Kedua, Shalat berjamaah. Pada bulan Ramadhan, semua umat Islam berupaya melaksanakan shalat secara berjamaah, terlebih lagi terhadap shalat sunat tarawih dan witir. Sehingga seluruh masjid dan mushallah penuh sesak dengan jamaah. Dengan berakhirnya bulan Ramadhan, hendaknya jangan hingga masjid dan mushalallah menjadi sunyi dari shalat berjamaah.


Bila kita lakukan analisa, banyaknya orang tidak mau shalat berjamaah ke masjid, karena menganggap sepele shalat berjamaah yang humnya sunat tersebut. Padahal bila kita rujuk kehidupan Nabi dan para sobat dahulu, mereka tidak pernah sengaja meninggalkan shalat berjamaah. Kalaupun shalat berjamaan tinggal, itu karena ketidak sengajaan. Meskipun tidak sengaja meninggalkannya, tetapi banyak para sobat justru menawarkan hukuman pada dirinya atas kelalaian yang menjadikan tertinggalnya shalat berjamaah.


Umar bin Khattab, misalnya, di sutau siang dia sedang asyik bekerja di kebunnya yang terletak di kota madinah. Seusai bekerja, dia duduk beristirahat di bawah sepokok pohon hingga kesudahannya tertidur. Ketika terbangun, dia terkejut karena waktu ashar telah masuk. Dia pun berlari ke masjid Nabi untuk mengejar shalat berjamaah, tetapi sesampai di masjid dia menemukan Nabi dan sobat yang lain gres saja selesai melaksanakan shalat berjamaah


Tertinggalnya shalat ashar berjamaah tersebut dianggap Umar sebagai keteledoran besar, sehingga dia pun menawarkan hukuman dengan cara menawarkan kebunnya yang rindang tersebut untuk dipergunakan sebagai modal usaha umat Islam. Padahal kebunnya tersebut bernilai 600.000

dinar (sekitar Rp. 45.000.000.000,- ).


Ketiga, Zakat dan shadaqah. Ibadah sosial ini banyak dilakukan oleh umat Islam di bulan Ramadhan. Ibadah ini sanggup menjadikan insan memeliki sifat kepedulian sosial (dermawan). Meskipun harta diperoleh melalui jerih payah kita, tetapi di dalam harta tersebut terdapat hak orang lain, ibarat hak fakir-miskin, hak masjid, hak anak yatim, dan lain-lain. Ini sejalan dengan firman Allah SWT.:



وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ


“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang

meminta dan orang miskin yang tidak menerima bahagian” (Q.S. adz-

Dzariyat (51): 19)


Zakat merupakan ibadah yang sangat banyak dibicarakan Allah dalam al-Qur’an. Paling tidak ada 82 kali pengulangan pembicaraan zakat di dalam al-Qur’an. Jumlah ini jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan pembicaraan ihwal puasa –yang hanya sekitar 13 kali- dan haji –yang hanya terulang sebanyak 10 kali. Bahkan perintah zakat seringkali digandengkan dengan perintah mendirikan shalat di dalam al-Qur’an. Paling tidak penggandengan tersebut ditemukan sebanyak 26 kali. Hal ini menunjukkan


bahwa zakat tidak kalah pentingnya dengan shalat. Bila shalat yaitu lambang keharmonisan huibungan vertikal dengan Allah SWT, maka zakat merupakan lambang keharmonisan kekerabatan horizontal sesama manusia. Oleh karena itu, tidak sanggup disalahkan, bila ada ulama yang menyampaikan bahwa kalau shalat dilakukan sementara zakat tidak dibayarkan, maka keimanan orang tersebut masih dipertanyakan.


Abu Bakar ash-Shiddiq, yang melihat antara shalat dan zakat tidak sanggup dipisahkan, sehingga dia memerangi orang yang tidak mau membayar zakat. Sikap ini sesuai dengan hadis Nabi SAW.



عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ

أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا

رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ

عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ

عَلَى اللَّهِ (رواه البخارى والمسلم)


Atas dasar itulah zakat dihentikan dipandang remeh. Bila zakat ini telah dibayarkan oleh seluruh umat Islam, ditambah lagi kesadaran yang tinggi untuk bersedekah, berinfak dan berwakaf, insyaallah segala dilema sosial ekonomi umat sanggup diatasi dengan baik.



الله اَكْبَرُ وَاللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ


Ma’asiral muslimin Rahimakumullah


Bulan syawal yaitu bulan peningkatan. Oleh karena itu, di samping melestarikan nilai-nilai Ramadhan, kita berupaya melaksanakan peningkatan dalam bidang amal. Untuk sanggup melakukanpeningkatanamal tersebut, sanggup diupayakan melalui enam cara, yaitu:


Pertama, musyaratah (komitmen dan tekat yang bulat. Artinya, mengawali bulan Syawal (bulan peningkatan) ini hendaknya kita mempunyai janji dan tekat yang lingkaran bahwa kita betul-betul akan berupaya meningkatkan amal.


Kedua, muraqabah, yaitu memantau diri kita atau mencicipi bahwa Allah memantau diri kita. Jika perilaku ini dimiliki, tentu kita tidak akan main-main dalam pelaksanaan tekad tersebut. Sebab, Allah akan senantiuasa melihat keseriusan tekad kita.


Ketiga, muhasabah, yaitu melaksanakan introspeksi sejauh mana pelaksanaan tekad yang diikrarkan tersebut. Apakah terealisasi dengan baik, atau terealisasi tetapi dipenuhi dengan kelalaian, atau tidak terealisasi sama sekali.


Keempat, mu’aqabah, yaitu menawarkan hukuman yang bernilai jera terhadap kelalaian dalam pelaksanaan tekad. Sebab, bila kelalaian tersebut tidak diberikan sanksi, dikhawatirkan kelalaian serupa akan terulang kembali.


Kelima, mujahadah, yaitu mengerahkan segenap kemampuan yang ada pada diri untuk memperbaiki kelalaian dari pelaksanaan tekad yang pernah terjadi. Bila seluruh kemampuan telah dikerahkan untuk melaksanakan tekad dalam peningkatan amal tersebut, insyaallah peningkatan amal itu sanggup terwujud.


Keenam, taubikh wa mu’atabah, yaitu senantiasa mengkritik diri. Sebab dengan cara inilah kita menyadari bahwa amal-amal kita penuh dengan kekurangan sehingga ke depan kita akan berupaya meningkatkannya.


Demikianlah khutbah Idul Fitri kita hari ini, semoga sanggup kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selamat merayakan Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin.



باَرَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ وَنَفَعَنِيْ وَاِياَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ

الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ


Khutbah Ke 2



الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر

الحَمْدُللهِ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَه وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ

الأَحْزَابَ وَحْدَه. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنبَِيَّ بَعْدَه. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ

وَباَرِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدُ فَيَا

عِباَدَ اللهِ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. إِنَّ اللهَ

وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ

وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا

صَلَّيْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ

وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم فِى اْلعاَلَمِيْنَ اِنَّكَ

حَمِيْدٌ مَجِيْد.اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَ وَارْحَمْهُمْ كَمَارَبَّوْنَا

صِغَارًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ

اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

. اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً

وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.

اللَّهُمَّ افْتَحْ عَلَيْنَا اَبْوَابَ الخَيْرِ وَاَبْوَابَ البَرَاكَةِ وَاَبْوَابَ النِّعْمَةِ

وَاَبْوَابَ السَّلاَمَةِ وَاَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَاَبْوَابَ الجَنَّةِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا

أَنْفُسَنَا وَإِنْ لمَ ْتَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّناَ

آتِناَ فِىالدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر.

وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ

وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.


Bagi kalian yang sedang membutuhkan teladan teks khutbah idul fitri bisa menggunakan yang terdapat di atas, silahkan untuk di salin ulang biar bisa lebih gampang di baca dan bisa lancar di pakai pada waktunya. Jika belum puas dengan pembahasan ini maka bisa cari lagi semua yang mesih berkaitan dengan kumpulan khutbah makna pesan yang tersirat idul fitri 2019 1440 H terbaik yang menciptakan jamaah menangis duka menyentuh hati dan lain sebagainya.