Ziarah kubur merupakan acara islami yang bersumber pada dalil-dalil shahih dari hadits nabi yang ketika ini sudah umum di lakukan oleh umat islam. Amalan dari ziarah kubur ini bukanlah suatu hal yang baru, namun sudah ada semenjak baginda nabi masih hidup, kemudian hingga kini di teruskan oleh para ulama beserta umat islam di seluruh dunia. Tetapi tidak dapt di pungkiri bahwa dalam hal ziarah ini, masih ada yang berbeda pendapat, di mana sebagian golongan ada yang tidak muenyukai amalan dari ziarah kubur.
Oleh lantaran itu sangat perlu kiranya para pembaca semua memahami semua hal yang berkaitan dengan ziarah kubur semoga tidak salah mengambil tindakan, mulai dari bagaimana hukumnya, apakah nabi saw pernah mengajarkan, apa tujuan dari ziarah kubur serta bagaimana aturan ziarah bagi perempuan dan apa saja yang di bacakan ketika ziarah kubur doa surat yasin. Pada halaman ini kami akan mencoba mengulas semuanya semoga sanggup lebih di mengerti oleh para pembaca sehingga pemahaman mengenai ziarah kubur ini benar-benar tepat.
Ziarah kubur ini termasuk salah satu di antara amalan yang dianjurkan dalam agama Islam. Mengunjungi makam kemudian melantunkan dzikir dan doa-doa menjadi sarana (wasilah) seorang hamba untuk menghormati para pendahulu, mendoakan mereka serta merenungi hidup yang kelak pasti akan berakhir. Bahkan rosul saw sendiri yang eksklusif mengajarkan cara ziarah kubur, salah satu pola ibarat setiap kali keluar rumah pada tamat malam menuju Baqi’ (makam para sobat di Madinah yang kini menjadi makam Rasulullah sendiri).
Hukum Ziarah Kubur
Pada awal islam gres berkembang serta pada waktu tersebut kepercayaan umat islam masih lemah, mamang baginda nabi saw pernah melarang umatnya berziarah kubur, tujuannya semoga kepercayaan umat islam terjaga serta nabi khawatir jikalau ziarah kubur diperbolehkan, umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Tetapi seteleh kepercayaan umat Islam berpengaruh dan tidak ada kekhawatian untuk berbuat syirik, Rasulullah SAW membolehkan para sahabatnya untuk melaksanakan ziarah kubur. Sebab ziarah kubur sanggup membantu umat Islam untuk mengingat ketika kematiaanya.
عَنْ بَرِيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِىْ زِيَارَةِ قَبْرِ اُمَّةِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةِ.(رواه الترمذي.٩٧٠)
“Dari Buraidah, ia berkata Rosululloh SAW bersabda “Saya pernah melarang kau berziarah kubur. Tapi kini Muhammad teah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka kini berziarahlah! Karena perbuatan itu sanggup mengingatkan kau pada akhirat.
قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ : نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ اْلقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا
Artinya : Rasulallah s.a.w bersabda: Dahulu saya telah melarang kalian berziarah ke kubur. Namun sekarang, berziarahlah kalian ke sana. (H.R. Muslim)
Selain hadits di atas masih banyak dalil shahih yang membolehkan berziarah kubur, namun kedua dalil di atas setidak cukup untuk di jadikan pijakan bagi kita untuk tidak beranggapan jelek terhadap orang yang berziarah kubur, lantaran memang ada perintahnya, selama tidak terdapat acara musyrik dalam ziarah tersebut contohnya menyembah kuburan. Lalu bagaimana dengan ziarah kubur ke makam para wali, ibarat contohnya kini di pulau jawa banyak berziarah ke wali songo?.
Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya wacana ziarah ke amakam para wali, ia mengatakan: Beliau ditanya wacana berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melaksanakan perjalanan khisus ke makam mereka. Beliau menjawab, berziarah ke makam para wali yakni ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawi al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II, hal 24).
Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita
Ziarah kubur boleh di lakukan baik itu oleh pria atau perempuan bahkan tidak ada larangan untuk di lakukan oleh keduanya. Akan tetapi dalam hal ini memang ada sebagian ulama yang mempermasalahkan mengenai ziarah bagi perempuan ibarat salah satu pendapat yang di kemukakan oleh Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Maliki, populer dengan sebutan “Ibnu al-Hajj”. Ia berkata:
“Dan selayaknya baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ziarah kubur meskipun wanita-wanita tersebut mempunyai makam (karena si jenazah yakni keluarga atau kerabatnya) lantaran As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah untuk ziarah kubur”. (Lihat Madkhal As-Syar‘i Asy-syarif 1/250)
Sementara ulama yang menyatakan ziarah kubur bagi perempuan boleh antara lain berpedoman pada hadits riwayat Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik RA bahwa:
Rasulullah SAW melewati seorang perempuan yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah SAW berkata padanya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah SWT. dan bersabarlah.” Maka berkata perempuan itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa petaka ibarat yang menimpaku”, dan perempuan itu belum mengenal Nabi SAW, kemudian disampaikan padanya bahwa dia itu yakni Rasulullah SAW, ketika itu, ia bagai ditimpa perasaan ibarat akan mati (karena merasa takut dan bersalah).
Kemudian perempuan itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah SAW dan dia berkata: “Wahai Rasulullah, bergotong-royong saya (pada waktu itu) belum mengenalmu,” maka Nabi SAW berkata: Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu yakni ketika (bersabar) pada pukulan (cobaan) pertama.”
Al-Bukhari memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab wacana ziarah kubur,” memperlihatkan bahwa ia tidak membedakan antara pria dan perempuan dalam berziarah kubur. (Lihat Shohih Al-Bukhari 3/110-116).
Al-Imam Al-Qurthubi berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits yakni bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah lantaran bentuk lafazhnya memperlihatkan mubalaghah (berlebih-lebihan)”.
Dan sebabnya mungkin lantaran hal itu akan membawa perempuan kepada penyelewengan hak suami, berhias diri belebihan dan akan memunculkan teriakan, erangan, raungan dan semisalnya.
Jika semua hal tersebut tidak terjadi, maka tidak ada yang sanggup mencegah untuk memperlihatkan izin kepada para perempuan untuk ziarah kubur, lantaran mengingat mati diharapkan bagi pria maupun wanita”. (Lihat: Al Jami’ li Ahkamul Qur`an).
Sebetulnya aturan ziarah kubur bagi pria atau perempuan yakni sunnah. Sebab hikmah ziarah kubur yakni untuk menerima pelajaran dan ingat alam abadi serta mendoakan hebat kubur semoga menerima ampunan dari Allah SWT. Ziarah kubur yang dihentikan yakni pemujaan, menyembah dan meminta-minta kepada penghuni kubur dan di larang juga meratapi, menangis atau semisalnya di atas kuburan.
Adapun untuk menyikapi mengenai keterangan dari Abu Hurairah meriwayatkan Rasulullah SAW melaknat perempuan yang berziarah kubur. (HR Ahmad bin Hanbal)
Menyikapi hadits ini ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik pria maupun perempuan. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan:
Sebagian hebat ilmu menyampaikan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melaksanakan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, pria dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan At-TIrmidzi, [976]
Tata Cara Ziarah Kubur
Dalam segala aktivitas, islam mengajarkan para pengikutnya dengan tata cara baik itu yang berafiliasi dengan problem ibadah atau yang berkaitan dengan problem kehidupan, tujuannya semoga apa yang di lakukan berbuah kebaikan dan begitu juga dengan yang berafiliasi dengan ziarah kubur. Pada dasarnya dalam tata cara berziarah kubur sangat gampang sekali yaitu cukup mengucapkan salam kepada para penduduk kubur dan berdoa, sebagai mana yang telah di ajarkan oleh baginda rasul saw semasa hidupnya.
Dalam Shahih Muslim dipaparkan bahwa setiap kali keluar rumah pada tamat malam menuju Baqi’ (makam para sobat di Madinah yang kini menjadi makam Rasulullah sendiri), Rasulullah menyapa penduduk makam dengan kalimat berikut:
السَّلامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنينَ وَأتاكُمْ ما تُوعَدُونَ غَداً مُؤَجَّلُونَ وَإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاحقُونَ
Assalâmu‘alaikum dâra qaumin mu’minîn wa atâkum mâ tû‘adûn ghadan mu’ajjalûn, wa innâ insyâ-Allâhu bikum lâhiqûn (Assalamu’alaikum, hai daerah bersemayam kaum mukmin. Telah tiba kepada kalian akad Tuhan yang sempat ditangguhkan besok, dan kami insyaallah akan menyusul kalian).
Usai membaca salam ini, Rasulullah kemudian menyambungnya dengan berdoa “Ya Allah, ampunilah orang-orang yang disemayamkan di Baqi’.” Doa ini sanggup kita ganti dengan memohonkan ampun kepada para hebat kubur daerah peziarah berkunjung.
Istiri Baginda Nabi, Siti A’isyah pernah bertanya wacana apa yang seharusnya dibaca kala ia pergi ke kuburan. Rasulullah mengajarkan bacaan dengan redaksi lain, namun dengan substansi yang tetap mirip, yakni mengucapkan salam, mendoakan kebaikan bagi hebat kubur, dan menyadari bahwa peziarah pun suatu ketika akan berbaring di dalam tanah. Berikut tanggapan Rasulullah:
السَّلامُ على أهْلِ الدّيارِ مِنَ المُؤْمنينَ وَالمُسْلمينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ المُسْتَقْدِمِينَ مِنْكُمْ وَمِنَّا وَالمُسْتأخِرِين وَإنَّا إنْ شاءَ اللَّه بِكُمْ لاحِقُونَ
Assalâmu ‘alâ ahlid diyâr minal mu’minîna wal muslimîn yarhamukumuLlâhul-mustaqdimîn minkum wa minnâ wal musta’khirîn, wa wa innâ insyâ-Allâhu bikum lâhiqûn (Assalamu’alaikum, hai para mukmin dan muslim yang bersemayam dalam kubur. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang telah mendahului dan yang akan menyusul kalian dan [yang telah mendahului dan akan menyusul] kami. Sesungguhnya kami insyaallah akan menyusul kalian.”
1. Disunnahkan berwudlu
2. Mengucapkan salam ketika masuk pekuburan
3. Mendekat pada yang diziarahi
4. Berdoa Dan Membaca ayat Alqur’an sebisanya.
5. Kemudian Menghadap kiblat
6. Di Larang kencing, berak dan membawa najis, duduk diatas pekuburan.
Bacaan Doa Tahlil Ziarah Kubur
Contoh Susunan Bacaan Tahlil
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ (×3) الَّذِيْ لَا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّوْمَ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ، تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لَا يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُوْرًا.
اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِ وَاَوْلَادِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَاَهْلِ بَيْتِهِ، وَاِخْوَانِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ، صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِينَ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
وَاِلَى اَرْوَاحِ سَادَاتِنَا اَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثمَانَ وَعَلِيٍّ، وَاِلَى بَقِيَّةِ الْعَشَرَةِ الْمُبَشَّرَةِ بِالْجَنَّةِ، وَاِلَى سَائِرِ اَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِينَ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ الْاَوْلِيَاءِ وَالْعُلمَاءِ اْلعَاِمِلينَ، وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَاَئِمَّةِ الْحَدِيثِ وَالْمُفَسِّرِينَ، وَسَادَاتِنَا الصُّوفِيَّةِ الْمُحَقِّقِينَ، وَاَئِمَّةِ الْمُجْتَهِدِينَ وَمُقَلِّدِيهِمْ فِي الدِّينِ، وَخُصُوْصًا اِلَى حَضْرَةِ سُلْطَانِ الْاَوْلِيَاءِ قُطْبِ الرَّبَّانِيِّ الشَّيْخِ عَبْدِ القَادِرِ الْجِيلَانِيِّ، رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِينَ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ مَشَايِخِنَا وَمَشَايِخِهِمْ خُصُوصًا اِلَى رُوحِ شَيْخِنَا ….. بْنِ …… وَاِلَى رُوحِ شَيْخِنَا ….. بْنِ …… واِلَى رُوحِ شَيْخِنَا ….. بْنِ …….. وَاُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَحَوَاشِيهِمْ وَمَشَايِخِهِمْ، اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
وَاِلَى رُوحِ ….. بْنِ …… وَاِلَى رُوحِ ….. بْنِ …… وَاِلَى رُوحِ ….. بْنِ …… وَاُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَحَوَاشِيهِمْ وَمَشَايِخِهِمْ، اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، مِنْ مَشَارِقِ الْاَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِهَا، وَخُصُوْصًا اِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ اٰبَائِنَا وَاُمَّهَاتِنَا، وَاَبْنَائِنَا وَبَنَاتِنَا، وَاَجْدَادِنَا وَجَدَّاتِنَا، وَاَعْمَامِنَا وَعَمَّاتِنَا، وَاَخْوَالِنَا وَخَالَاتِنَا، وَاِخْوَتِنَا وَاَخَوَاتِنَا، وَاَقَارِبِنَا (وَخُصُوْصًا اِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ اَهْلِ الْقُبُورِ فِي هٰذِهِ الْمَقْبَرَةِ) [1] وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ اَهْلِ الْقُبُورِ فِي هٰذَا الْبَلَدِ، اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ، شَيْءٌ لِلّٰهِ لَهُمُ الْفَاتِحَة …..
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، سورة الاخلاص (×3/…)
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، سورة الفلق (×1)
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، سورة الناس (×1)
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، سورة الفاتحة …..
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. الٓمٓ ذٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْاٰخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ اُوْلٰئِٓكَ عَلَى هُدًى مِّنْ رَبِّهِمْ وَاُوْلٰئِٓكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
وَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَاحِدٌ لَّا اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيمُ اٰية الكرسي.
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ (×3)
اَفْضَلُ الذِّكْرِ – فَاعْلَمْ اَنَّهُ – لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ حَيٌّ مَوْجُوْدٌ، لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ حَيٌّ مَعْبُوْدٌ، لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ حَيٌّ بَاقٍ، لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ …
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ، لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللهِ.
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ يَا رَبِّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ.
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ …
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَبِحَمْدِهِ.
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيْبِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ.
(الْفَاتِحَة بِالْقَبُولِ وَتَمَامِ كُلِّ سُولٍ وَمَأْمُولِ، وَاِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَاٰلِهِ وَسَلَّمَ) الفاتحة …..
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيبِنَا وَشَفِيعِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ، وَرَضِيَ اللهُ – تَعَالَى وَتَبَارَكَ – عَنْ جَمِيعِ سَادَاتِنَا اَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ اَجْمَعِينَ، اٰمِين.
Doa Tahlil
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ، الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيمِ سُلْطَانِكَ.
اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ، فِي الْعَالَمِينَ اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَسَلِّمْ تَسْلِيمًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ.
اللّٰهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
اللّٰهُمَّ تَقَبَّلْ وَاَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْنَاهُ اِلَى حَضْرَةِ النَّبيِّ الْمُصْطَفَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَاَزْوَاجِهِ وَاَوْلَادِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَاَهْلِ بَيْتِهِ، وَاِخْوَانِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ، صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ اَجْمَعِينَ، وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ الْاَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ الْعَاِمِلينَ، وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ، وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ مَشَايِخِنَا وَمَشَايِخِهِمْ، وَخُصُوصًا اِلَى رُوحِ شَيْخِنَا ……. بْنِ ……..، وَاِلَى رُوحِ ……. بْنِ ……..، وَاِلَى رُوحِ ……. بْنِ ……..، وَاُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَحَوَاشِيهِمْ وَمَشَايِخِهِمْ، وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ مَنْ هَدَيْنَاهُمْ، وَاِلَى اَرْوَاحِ جَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، مِنْ مَشَارِقِ الْاَرْضِ اِلَى مَغَارِبِهَا فِي بَرِّهَا وَبَحْرِهَا.
اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ، وَعَافِهِمْ وَاعْفُ عَنْهُمْ، وَاَدْخِلْهُمُ الْجَنَّةَ وَقِهِمْ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ.
اللّٰهُمَّ اجْعَلْ قُبُورَهُمْ رَوْضَةً مِنْ رِيَاضِ الْجِنَانِ، وَلَا تَجْعَلْ قُبُورَهُمْ حُفْرَةً مِنْ حُفَرِ النِّيرَانِ.
اللّٰهُمَّ اِنْ كَانُوا مُحْسِنِينَ فَزِدْ فِي اِحْسَانِهِمْ، وَاِنْ كَانُوا مُسِيئِينَ فَتَجَاوَزْ عَنْهُمْ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ … سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الفاتحة …
دَعْوَاهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلَامٌ، وَاٰخِرُ دَعْوَاهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Hukum Membaca Yasin Di Kuburan
pembahasan ini akan mengupas dasar penetapan membaca al-Qur’an atau khusunya surat Yasin dan tahlil di kuburan sebagaimana yang kerap dilakukan oleh warga Nahdhiyyin ketika berziarah atau nyekar di makam orang renta atau saudara.
Dalam satu haditsnya, Rasulallah bersabda:
مَنْ زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلَّ جُمْعَةٍ فَقَرَأَ عِنْدَهُمَا أَوْ عِنْدَهُ يَس غُفِرَ لَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ
“Barangsiapa berziarah ke kuburan kedua orang tuanya setiap Jum’at kemudian membacakan di sisinya Surat Yasin, pasti akan diampuni sebanyak jumlah ayat dan karakter yang dibaca.”
Hadits riwayat Ibnu ‘Adi dari Abu Bakar ini masih diperselisihkan para pakar hebat hadits. Al-Hafizh Ibnul Jauzi menilainya maudhu’, sementara ulama lain menyampaikan hanya dha‘if[1] ibarat al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain.
Berangkat dari pendapat yang terakhir ini sebagian ulama fiqh mengamalkannya sebagai fadha’ilul ‘amal. Andai hadits tersebut berstatus sangat dha‘if pun, juga masih sanggup diamalkan dalam fadha’il lantaran banyaknya riwayat-riwayat hadits wacana ziarah makam kedua orang renta setiap Jum’at, ibarat riwayat at-Tirmidzi dan ath-Thabarani (lihat al-Jami’ ash-Shaghir dan Faidhul Qadir hadits no. 8718 dan Bujairami ‘ala al-Khathib kepingan ‘Jenazah’).
Imam ath-Thabari, sebagaimana keterangan di atas menyampaikan bahwa membaca surat Yasin di samping orang yang telah meninggal yakni legal. Dan membaca surat Yasin ketika berziarah yakni termasuk dari membaca di samping orang yang telah meninggal.
Dalil disunahkan membaca Al-Qur’an di kuburan memang tidak ada yang shahih dari Rasulallah, semuanya berkisar dha‘if ibarat yang dijelaskan al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi Syarah Sunan at-Tirmidzi [pembahasan shadaqah pada mayit]. Namun, bukan berarti hadits dha‘if tersebut tidak boleh diamalkan dalam fadha’il, apalagi hadits-hadits di atas dikuatkan pendapat para ulama, ibarat riwayat al-Marwazi dari Ahmad bin Hanbal, ia mengatakan: “Bila kalian masuk ke dalam taman makam (kuburan), maka bacalah al-Fatihah, Surat Ikhlash dan al-Mu’awwidzatain! Jadikanlah pahalanya untuk mayit-mayit kuburan tersebut, lantaran sungguh pahalanya hingga kepada mereka.”
Seperti juga riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulallah mengatakan: “Siapa saja yang masuk kuburan kemudian membaca al-Fatihah, al-Ikhlash dan at-Takatsur dan kemudian berdoa: ’Aku jadikan pahala kalam-Mu yang telah saya baca untuk penduduk kuburan muslimin dan muslimat.’ Maka mereka (ahli kubur) akan memintakan syafa’at kepada Allah untuk orang tersebut.’”
Syaikh Abdul Wahhab As-Sya’rani dalam Mukhtasar Tadzkirah al-Qurthubi (hal-25) bercerita wacana Imam Ahmad bin Hanbal yang berkata “Jika kalian masuk ke kuburan, maka bacalah surat al-Fatihah, al-Mu’awwidzatain dan Qulhuwallahu Ahad (surat al-Ikhlash) dan jadikankanlah pahalanya untuk penghuni kuburan tersebut, lantaran bergotong-royong pahala (bacaan al-Qur’an) sanggup hingga kepada mereka”. Memang, sebelumnya Imam Ahmad pernah mengingkari ketetapan aturan yang menyatakan bahwa pahala sanggup hingga kepada mayit, namun sehabis ia mendapatkan dongeng dari orang-orang yang tsiqah (kredibel dalam riwayat hadits) wacana Sayyidina Abdullah bin Umar bin Khaththab[4] yang pernah berwasiyat supaya nanti sehabis wafat untuk di bacakan surat al-Fatihah dan tamat surat al-Baqarah dibagian arah kepalanya, maka kemudian Imam Ahmad menarik pendapatnya tersebut.
Begitu juga dengan Syaikh Izzuddin bin Abdissalam yang pernah ingkar terhadap ketetapan aturan tersebut. Ketika ia wafat, sebagian dari muridnya ada yang bermimpi bertemu ia dan bertanya mengenai problem kirim pahala kepada mayit dan di jawab bahwa ia kini telah menarik pendapatnya sehabis mengetahui sendiri ternyata pahala sanggup hingga (kepada mayit) ketika ia dalam alam kubur.
Dalam kitab at-Tahdzir ‘an al-Ightirar bima ja’a fi kitab al-Hiwar hal. 82 di jelaskan bahwa Ibnu Taimiyyah juga mendukung Imam Ahmad dalam mencetuskan legalnya membaca al-Qur’an di samping makam. Bahkan Ibnu Qayyim juga mendukung dan dalam kitabnya ar-Ruh hal. 10, menuturkan wacana segolongan ulama salaf yang berwasiyat supaya di bacakan al-Qur’an sehabis mereka di makamkan.
Ibnu Muflih dalam al-Furu’ (II/304) mengatakan, “Tidak makruh membaca (al-Qur’an) di samping makam atau di dalam kuburan. Ketetapan ini di pilih oleh Abu Bakar, al-Qadli dan segolongan ulama dan ini yakni ketetapan madzhab serta di amalkan oleh masyayikh madzhab Hanafiyyah. Sebagian menyampaikan mubah dan sebagian menyampaikan sunat”. Ibnu Tamim juga berkata, “Ketetapan ini ibarat salam (kepada hebat kubur), dzikir, berdo’a dan istighfar”. Dan pernyataan Ibnu Tamim tersebut sangat mendukung pembacaan ratib tahlil di samping makam yang memang isi dari ratib tersebut yakni bacaan al-Qur’an, dzikir, istighfar dan shalawat.
Ar-Rafi’i menuturkan bahwa Abu Thayyib ditanya wacana mengkhatamkan Al-Qur’an dalam kuburan. Beliau menjawab: “Pahalanya untuk pembacanya, sedangkan si mayit ibarat orang yang hadir (dalam majelis pembacaan Al-Qur’an) yang diharapkan juga menerima rahmat dan barakah. Oleh lantaran itu, disunahkan membaca Al-Qur’an di dalam kuburan.” Apalagi berdoa (dalil berdoa dalam kuburan shahih) lebih mustajabah ketika dilakukan sehabis membaca Al-Qur’an.
Untuk lebih memantapkan pemahaman mengenai ziarah, maka silahkan pelajari dengan baik dan cermat semua pembahasan di atas mengenai doa ziarah kubur dan semua yang berkaitan. Jika belum puas dengan apa yang ada pada uraian di atas sanggup kalian cari lagi pembahasan sama yang berafiliasi dengan dalil doa yang dibaca ketika ziarah kubur panduan tata cara masuk makam orang renta kita wali songo lengkap singkat rasulullah sesuai sunnah assalamualaikum ya hebat kubur dan lain sebagainya.
EmoticonEmoticon